• L3

Kamis, 27 Desember 2012

Pendidikan

Pendidikan di Indonesia

      Kita dapat menyambut gembira atas prakarsa Bedah Buku Nasional Menggali Butir-Butir Pendidikan RM Suwardi Suryaningrat (RM SS).
RM SS yang kemudian bergelar DR Ki Hadjar Dewantara (KHD) adalah Bapak Bangsa yang ajarannya relevan sepanjang jaman untuk diaplikasikan oleh seluruh lapisan bangsa Indonesia. RM SS adalah cucu Sri Paku Alam III, jadi sebagai kerabat sentono Kadipaten Pakualaman selayaknya bangga kemudian “memetri” konsep gemilang RM SS tentang pendidikan dan kebudayaan dalam ‘Pusat Kajian Ajaran RMSS’
Dalam pidato pengukuhan DR HC di UGM, beliau sempat mengupas sejarah pendidikan dan pengajaran di Indonesia. Sejarah pendidikan tradisi yang terdapat di bumi nusantara itu dipelajari oleh RM SS. Dengan bersenjatakan “Trikon” kemudian konsep-konsep pendidikan RM SS disusun, dipadukan, dilahirkan dan diaplikasikan.
Menulusuri sejarah pendidikan di Indonesia sejatinya sulit karena minimnya keterangan, bukti dan referensi yang mendukung. Kalangan akademisi, perpustakaan tidak banyak memberikan rekomendasi yang kita butuhkan utamanya periode pra penjajahan. Data, manuskrip, prasasti dan barang peninggalan sejarah kejayaan Nusantara banyak diangkut ke luar negeri, hingga tiap penulusuran sejarah di Indonesia mengalami kendala.
Mencermati sejarah Pendidikan tidak dapat lepas dari konteks sejarah Budaya suatu bangsa. Budaya Nusantara termasuk budaya tertua di dunia misalnya tengkorak manusia Sangiran beserta peralatan batu usianya lebih tua dari tengkorak manusia Peking. Prof T. Jacob mengatakan bahwa 2 juta tahun yang lalu Pithecantropus kita telah berkomunikasi linguistik secara terbatas. Bahasa moyang Jawa berkembang secara pelahan-lahan dari sistem tertutup menjadi sistem terbuka. Bahasa protolingua sudah berkembang pada 100 ribu s.d. 40 ribu tahun yang lalu. Perkembangan yang penting terjadi sejak Homosapiens hingga jaman pertanian, dimana hingga saat ini basis masyarakat kita masih bertahan agraris. Pada era ini belum dikenal pendidikan yang tersistem, yang mungkin ada ialah pelatihan ketramplan dengan cara meniru seniornya.
Ketika kita mengagumi karya agung kemanusiaan Candi Borobudur dan Prambanan, tersirat pemikiran bahwa di belakang karya ini tentu ada pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang telah tersistem dengan baik. Namun data tentang sistem pendidikan saat itu belum ditemukan orang selain prasasti dan buah hasil pemahatan. Pendidikan pelatihan tenaga pematung pasti diikuti disiplin tertentu hingga dapat membuat batu tersusun rapi geometris. Patung-patung dari ujung atas hingga bawah di Borobudur seragam bentuk dan tekniknya, padahal masa pembuatannya memakan waktu 3 generasi dan tetap tidak ada deviasi interpretasi seni pemahatan.
Teknologi pembuatan candi kala itu pasti merupakan teknologi garda depan di dunia. Bahkan hingga saat inipun orang masih menobatkan sebagai keajaiban di dunia. Andai candi-candi dibangun pada era sekarangpun tidak mudah direalisasikan dan dengan biaya sangat besar. Pantaslah Bung Karno selalu mengagung-agungkan betapa perkasanya bangsa di Nusantara kala itu.
Sesuai apa yang terpahat dalam relief candi, maka pendidikan selain diberikan secara tertulis ada juga secara lisan. Pendidikan lisan baik Hindu maupun Budha bisa berupa dakwah pengajian pimpinan agama atau melalui dongeng, mythos, cerita, legenda secara turun temurun.
Sebelum penjajahan Belanda, sistem pendidikan secara tradisi dilaksanakan di dalam Padepokan, Pawiyatan, Paguron. Pelajaran diberikan kebanyakan secara lisan dan sering diikuti pelatihan kanuragan/kaprajuritan. Dipelajarkan pula pelajaran tertulis (lontar/logam) tentang falsafah, tata krama, budi pekerti, ketata negaraan. Calon murid/siswa aktif mencari guru yang disebut antara lain pendito, panembahan, hajar, dwijoworo, wiku sesuai yang dikehendaki. Siswa yang diterima wajib ngenger (mondok) di paguron dan wajib melakukan tugas-tugas tertentu. Siswa melebur menjadi bagian dari keluarga di padepokan dengan segala perasaan asih asah asuhnya.
Setiap pagi hingga sore hari para siswa mengerjakan tugas pokok yang telah diberikan, utamanya mengelola padepokan. Pelajaran baru diberikan pada sore hari untuk siswa putri dan malam hari untuk siswa putra. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Prof Subalidinata yang mendapat penuturan langsung dari kakeknya yang pernah ngenger di salah satu padepokan di Jawa. Cantrik-mentrik dapat menikmati pelajaran secara kondusif karena dalam Padepokan bersatulah suasana keluarga dan perguruan. Hal inilah yang mengilhami RM SS melontarkan konsep Wiyatagriya dalam perguruan Tamansiswa atau dikenal sekolah sistem kekeluargaan (bukan nepotisme).




 Artikel yang terkait :
 -Penerapan TIK dalamPendidikan di Indonesia
 - Pendidikan Karakter Untuk Membangun Manusia Indonesia Yang Unggul
 - Remaja dan Internet

1 komentar: